Minggu, 21 Juni 2020

Let's Write (1)

          Pepatah mengatakan : Buku adalah jendela dunia,  maksudnya dengan buku kita bisa banyak mendapatkan informasi tentang apa saja di seluruh dunia. Dengan membaca buku kita bisa menambah wawasan, namun sebenarnya membaca buku itu juga bisa dikategorikan sebagai hobi.  Karena ada kanikmatan tersendiri saat kita membaca buku, buku novel yang berisi percintaan membuat mood kita melayang layang (teringat masa muda ketika jatuh cinta) dan sebaliknya cerita yang sedih membuat kita terkadang meneteskan air mata. Beberapa buku motivasi sering membuat kita yang galau menjadi bersemangat lagi, begitulah buku terkadang mampu mempengaruhi perasaan kita.
          Semenjak kecil saya sekeluarga termasuk pencinta buku, sehingga di WC ada semacam rak yang isinya beberapa buku dan koran. Entah kenapa setiap kali masuk WC saya selalu membacanya meskipun sudah khatam dan bahkan hapal sampai ke iklan-iklannya. Saya kira itu juga yang dialami ke dua orang tua dan kakak saya yang masuk ke WC. Ibu saya setiap awal semester selalu menjanjikan hadiah buat anak-anaknya jika nanti pada waktu menerima rapor dapat rangking satu, hadiah yang kami minta selalu buku. Begitulah iklim membaca sudah menjadi budaya di rumah kami sejak kecil. Ibu saya bahkan tidak pernah membatasi bacaan yang saya baca. Saya terbiasa membaca mulai komik chinmi sampai majalah psikologi, mulai cerita mushashi sampai karangan Inayat Khan.
          Jujur saja waktu itu belum ada internet sehingga yang dimaksud dengan membaca buku ya benar-benar buku fisik, bukan artikel atau e-book. Keasyikan membaca ternyata berbuntut panjang menjadi keasyikan menulis. Tulisan pertama saya jelas berupa diary. Masa-masa SMA mulai jatuh cinta, membuat saya menulis diary hampir tiap hari. Sehingga koleksi diary saya lumayan banyak, dan mendapat hadiah buku diary menjadi sesuatu yang saya tunggu.
          Sementara menulis diary saya juga mulai gemar menulis puisi, yang kebetulan sudah pernah saya terbitkan dengan judul "Puisi yang Berserakan". Saya pilih judul itu karena saya biasa menulis puisi dikertas lepas, yang kemudian saya punya ide untuk dikumpulkan dan saya jadikan satu dalam sebuah buku kumpulan puisi. Puisi yang berjumlah 100 lebih itu hampir semuanya mewakili perasaan saya, sehingga ketika saya membacanya ulang rasanya teringat kejadian sekian puluh tahun yang lalu.
          Masa kuliah saya akui sebagai masa yang paling banyak mengasah kemampuan menulis saya. Kuliah di Fakultas Biologi membuat saya hampir tiap hari praktikum di laboratorium. Praktikum itu artinya laporan. Setiap habis praktikum pasti membuat laporan, dan laporan itu tidak boleh ditunda kalau tidak ingin terjejal laporan acara praktikum berikutnya. Begitulah tiap hari menulis laporan, dan disela-sela waktu galau menulis puisi dan curhat di diary.
          Tidak pernah bercita-cita jadi penulis, namun tiap hari menulis itulah saya. Sehingga ketika debut pertama saya kerja sebagai dosen saya juga langsung membuat diktat untuk mahasiswa saya. Bagi saya menulis itu belajar, jadi sebelum mengajar saya membuat tulisan untuk saya share ke mahasiswa, akhirnya di akhir semester jadilah diktat.
          Saat menjadi guru SMP pun sekarang menulis menjadi hobi saya sehari-hari. Menulis buku petunjuk praktikum, menulis materi pengayaan, buku pegangan siswa, dll. Bahkan sampai sekarang saya masih hobi menulis kata-kata pendek atau puisi yang saya padukan dengan foto-foto hasil karya sendiri. Beruntung sekarang banyak media yang dapat menampung hobi saya itu, ada pinterest, ada instagram, facebook, slideshare, wattpad dan pastinya blog. Ketika menulis saya tidak pernah menghitung berapa keuntungan finansial yang akan saya peroleh, karena bagi saya menulis itu hobi. Ketika selesai menulis ada rasa puas yang tidak seorangpun bisa merasakannya kecuali anda mengalaminya sendiri. Bagi saya tidak ada kata berhenti untuk menulis. Anda ingin tahu kelanjutan perjalanan saya menulis? ikuti lanjutan cerita ini di bagian 2, salam...

Esti Widiawati