Rabu, 17 April 2013

KONSTRUKTIVISME



KONSTRUKTIVISME :
"PENGETAHUAN DIBANGUN SENDIRI BUKAN DITRANSFER DARI ORANG LAIN"

        Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan (epistemologi) yang mempertanyakan :  “Apa itu pengetahuan ?” dan “Bagaimana orang membangun pengetahuannya ?” . Dalam  dunia pendidikan aliran konstruktivisme sendiri yang dikemukakan oleh Piaget (1896-1980) dan Vygotsky (1896-1934) menyatakan bahwa Pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) kognitif oleh seseorang terhadap obyek, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan bukan sekedar kumpulan fakta, atau “barang jadi” yang tinggal diambil, atau ditransfer dari seorang kepada orang lain. Meskipun baik Piaget maupun Vygotsky mempunyai pandangan yang sama tentang pengetahuan yang dibangun dalam proses pembelajaran, namun ada beberapa sedikit sudut pandang yang agak berbeda antara keduanya.
        Perbedaan pandangan antara Piaget dan Vygotsky adalah :
Piaget membahas tentang Kontruktivisme Psikologis Personal dalam Teori Adaptasi Intelektual.
        Dalam teori itu dikemukan beberapa konsep mengenai pengetahuan yaitu adanya :
1. Skema.  Setiap orang memiliki struktur kognitif yang disebut skema. Dengan skema orang beradaptasi       dan mengkoordinasi obyek, pengalaman dan lingkungannya.
2. Asimilasi.  Ketika orang berinteraksi dengan obyek, pengalaman dan lingkungan yang baru, secara kognitif orang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam skema yang sudah dimiliki. Proses kognitif ini disebut asimilasi. Dengan asimilasi skema seseorang dapat terus berkembang.
3. Akomodasi. Dapat pula terjadi pengalaman baru tidak dapat diintegrasikan ke dalam skema dengan proses asimilasi, misalnya dikarenakan  tidak cocok dengan skema yang sudah  ada. Orang lalu secara kognitif membentuk skema baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada, agar cocok dengan pengalaman baru itu. Proses kognitif itu disebut akomodasi.
4. Ekuilibrasi. Proses asimilasi dan akomodasi berlangsung terus menerus. Proses pengaturan diri secara mekanis agar terjadi keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, disebut ekuilibrasi.
        Piaget juga membagi  Perkembangan Kognitif anak menjadi 4 tahap :
a. Sensorimotor (0 – 2 tahun), pada tahap ini biasanya anak mengandalkan observasi panca indera dan  gerakan tubuh
b. Praoperasi (2 – 7 tahun), Tahap pra-operasional ini ditandai oleh beberapa hal, antara lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran / ide / gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan objek.
c. Operasi Konkrit (8 – 11 tahun), tahap ini seorang anak belum terbisa menggunakan operasi hitung, biasanya mereka masih kesulitan nemun mereka mengerti  ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat dilaksanakan menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari kapasitas logika orang-orang dewasa.
d. Operasi Formal (11 tahun ke atas) tahap ini merupakan tahap akhir yang menurut Piaget merupakan kedewasaan kognitif. Pada tahap ini anak mempunyai  kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis.
Sedangkan Vygotsky mengemukakan Konstruktivisme Psikologis Sosiokultural .
        Ada beberapa konsep dasar dari Konstruktivisme psikologis sosiokultural ini :
1. Konsep Spontan.
Konsep spontan adalah hasil generalisasi dan internalisasi pengalaman pribadi sehari-hari. Konsep spontan tidak diperoleh melalui pembelajaran secara sistematis, sehingga bisa saja salah.
2. Konsep Ilmiah.
Konsep ilmiah adalah generalisasi atas pengalaman manusia yang dibakukan dalam ilmu pengetahuan dan diajarkan melalui pembelajaran yang sistematis, sehingga lebih terjamin kebenarannya.
3. Hukum Genetik dari Perkembangan (Genetic Law of Development).
Menurut Vygotsky setiap kemampuan seseorang yang belajar  tumbuh dan berkembang melewati dua tataran.
     * Pertama tataran sosial. Pada tataran ini pengetahuan dibangun melalui interaksi sosial di antara  orang-orang yang membentuk lingkungan sosial pembelajar. Tumbuh kembangnya kemampuan siswa pada tataran ini disebut sebagai kategori interpsikologis atau intermental.
     * Kedua tataran psikologis di dalam diri siswa.  Pada tataran ini terjadi proses internalisasi, sehingga terbangun konsep baru. Tumbuh kembangnya kemampuan pembelajar pada tataran ini disebut sebagai kategori intrapsikologis atau intramental.
4. Zone of Proximal Development (ZPD).
ZPD dapat dipandang sebagai sejenis wilayah penyangga di mana dalam wilayah ini siswa dapat mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Dalam wilayah ini, fungsi-fungsi atau kemampuan- kemampuan yang belum matang namun sedang dalam proses menjadi matang, akan menjadi matang lewat interaksi dan bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
5. Scaffolding.
Pada ZPD seorang siswa membutuhkan bimbingan, bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten agar dapat mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi. Proses membimbing dan membantu ini disebut scaffolding atau topangan.
6. Mediasi.
Interaksi sosial dapat berlangsung jika dimediasikan dengan alat-alat psikologis (psychological tools) berupa bahasa, tanda dan lambang atau semiotika. Vygotsky sangat menekankan fungsi mediasi dari bahasa.
       
Kedua jenis teori baik yang dipaparkan oleh Piaget maupun Vygotsy mempunyai kesamaan yaitu keduanya mengakui adanya pengetahuan atau konsep awal. Piaget menyebutnya skema, Vygotsky menyebutnya konsep spontan. Selain itu keduanya sepakat bahwa pengetahuan itu dibangun oleh siswa, bukan proses transfer dari guru ke siswa. Dalam proses konstruksi pengetahuan, Piaget lebih menekankan peran personal, sedang Vygotsky lebih menekankan peran sosiokultural.
        Implikasi yang penting bagi siswa adalah :
   a) Belajar adalah kegiatan aktif dari siswa mengkonstruksi (membangun) pengetahuan, tidak sekedar mengumpulkan fakta.
   b) Siswa memasuki kelas tidak dengan kepala kosong. Siswa sudah membawa konsep awal yang bermacam-macam. Juga membawa perbedaan, bahkan kesalahan.
   c) Siswa memiliki cara sendiri (kekhasan) untuk membangun pengetahuan. Siswa perlu mengenali kekhasan dirinya dan mencoba bermacam-macam cara belajar.
   d) Pengetahuan dibangun secara individual dan sosial. Siswa perlu belajar bersama.
Belajar memerlukan interaksi sosial dengan orang yang lebih tahu. Belajar juga merupakan proses dimana seseorang masuk dalam kultur orang terdidik. (Figure 1 dapat dilihat perbedaan antara pembelajaran tradisional, pembelajaran dengan bentukan tingkah laku, konstruktivisme, dan penemuan)
       
Bagi guru sendiri perlu dipahami bahwa mengajar berarti memberi peluang dan fasilitas agar proses mengkonstruksi pengetahuan bisa terjadi. Mengajar bukan proses memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa selain itu perlu kiranya guru menyadari perannya sebagai  mediator dan fasilitator dengan fungsi : a. menyediakan pengalaman belajar b. menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang c. Memonitor, mengevaluasi memberi topangan selama poses siswa belajar. d. memberi umpan balik.
        Evaluasi pada siswa menurut Konstruktivisme menekankan pada penyusunan makna, kecakapan terintegrasi, masalah konteks nyata.  Menggali munculnya berpikir devergen, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar. Selain itu evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar, penerapan apa yang dipelajari dalam konteks nyata dan lebih menekankan ketrampilan proses dalam kelompok.
        Untuk dapat membangun pengetahuan siswa guru hendaknya: mengetahui cara berfikir siswa, melihat siswa sebagai anak yang sudah memiliki pengetahuan dasar, mengerti sifat kesalahan siswa, membiarkan siswa menemukan sendiri caranya dalam problem solving, memahami konteks materi dan pengalaman siswa, dan menggunakan berbagai macam strategi siswaan yang dapat memfasilitasi KBM di kelas dengan lebih asyik.
        Dalam kaitannya dengan strategi pembelajaran, yang dapat digunakan dalam pembelajaran konstruktivisme antara lain :
- Strategi Pembelajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning)
- Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
- Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching & Learning = CTL)
- Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)


Penulis : Esti Widiawati
(Guru SMP N 2 Godong)
Referensi :
Piaget, J., dan Inhelder, B. (1962). The Psychology of the Child. New York:Basic Books
Pendekatan Konstruktivis Pada Pembelajaran IPA, Esti Widiawati