Senin, 29 Januari 2018

Demam DILAN



Pemutaran perdana film dilan yang diangkat dari novel karya pidi haqi, yang berjudul dilan, dia adalah dilanku 1990 berjubel. Banyak remaja yang antri dan kecewa karena kehabisan tiket. demam ini tidak hanya melanda kaum mbok mbok yang lahir tahun 1975 an dimana setting cerita dilan berlatar tahun 1990.. pas mereka masih SMA. Namun "anehnya" juga digilai oleh remaja SMA yang lahir tahun 2000 an dimana mereka bahkan tidak pernah bisa membayangkan "model pacaran" anak jaman old. Jaman dimana belum ada HP, adanya telpon rumah, warnet, dan telpon koin dipinggir jalan. atau surat menyurat lewat pak pos dengan perangko seharga 500 rupiah untuk kiriman biasa dan sekitar 1500 untuk kiriaman kilat.

Agak aneh saya bilang karena anak jaman sekarang terbiasa semua serba instan, aplikasi whatsapp membuat mereka bisa berkirim khabar hanya dalam hitungan detik..bukan jam bukan hari..anak jaman now bahkan bisa "ngomongin" gurunya yang lagi asyik ngajar, merekamnya dan mempostingnya di status yang bisa dlihat siapa saja yang ada dikontak HP nya saat itu juga, tidak usah mennggu gurunya istirahat..Ngomongin guru di grup WA dimana sang guru tidak termasuk anggota grup menjadi hal yang lumrah dan mudah..

Salah satu fans dilan saya tanya kenapa kok suka dilan, jawabnya karena dilan lucu.  Lucu jelas buka jawaban, sy kebetulan juga membaca novel tersebut, tidak ada yang istimewa dengan dilan dan milea. Gaya pacaranynya dapat menggambarkan kehidupan anak SMA tahun 90 an. malu-malu..polos...tapi tulus. Beda jauh dengan gaya pacaran anak jaman sekarang.

Ada banyak hal yang dapat kita cermati dari fenomena demam dilan ini. yang pertama adalah kekuatan sosmed. harus diakui cerita kuno tiba-tiba jadi booming digilai anak-anak jaman micin gegara gencarnya iklan di sosmed. begitu banyak orang yang membicarakannya, membahasnya, bahkan meme tentang dilan dan "rindu" nya bersliweran di instagram, facebook, line, dan sosmed yang lain. demam ini sudah lama, hampir setahun ketika novelnya dilaunching, banyak remaja (terutama perempuan) yg berdoa semoga novel ini diangkat dilaya lebar.  Makanya tidak heran ketika benar benar hadir dilayar perak mereka langsung berebut mengantri tiketnya.

Fenomena demam dilan ini juga sebenarnya bisa kita lihat dalam konteks positif. meskipun tidak bisa dianggap emwakili, namun bisa juga dianggap sebagai bentuk "hausnya" suasana baru bagi remaja. ketika sebelumnya ada demam K POP, remaja remaja KOrea yang "cantik cantik".. ketika mereka menyanyi, menari, berakting semuanya menjadi sorotan, para remaja hampir semuanya tergila-gila, ingin meniru mereka. namun tidak lama, hanya bertahan beberapa tahun. kejenuhan mulai melanda, remaja kita jenuh dengan kehidupan glamaour pada idol. kemudian dilan muncul, cowok yang hanya bermodalkan cinta. berusaha emmanah asmara cewek cantik bernama milea, dengan cara sederhana, cara kuno ala tahun 90 an. dan olala...yang sederhana pun akhirnya menjadi gegap gembita dimata remaja jaman now.

Itulah kenyataan, kenyataan bahwa remaja kita adalah boneka sosial media..mereka suka karena dunia suka. mereka bahkan tidak tahu apa yang benar-benar mereka inginkan. satu hikmah positif yang bisa diambil, ketika kita mempunyai "kekuatan" untuk menjadi idola, jadilah idola yang baik. kalau dengan tulisan kita bisa mengubah mental generasi muda, tulslah tlisan yang positif. gunakan sosmed dengan bijaksana, sebagai sarana kebaikan.

Penulis,
Esti Widiawati