Selasa, 28 Mei 2013

Surat Al Fatihah, “Wajib dibaca !!”

        Al Fatihah. Karena sudah menjadi “kewajiban” yang dilaksanakan sehari-hari, terkadang kita sendiri tidak menyadari kandungan makna dari masing-masing ayat dalam surat tersebut. Baru-baru ini media terbesar dan terpercaya Spanyol ‘Marca’ memberitakan jika Mesut Ozil, pemain muslim asal Jerman yang berdarah Turki dan merupakan rekan Ronaldo satu timnya, menyatakan Cristiano Ronaldo sudah hapal huruf hijaiyah, dan juga sudah hapal surat favoritnya, yaitu surat Al- Fatihah.
        Ronaldo sendiri membenarkan kesaksian dari Ozil, “Banyak yang tidak percaya kalau saya mengagumi Al-Quran, tapi memang begitulah kenyataannya, setiap Ozil membaca Al-Quran, saya senantiasa merasa damai, dan hati saya pun menjadi sejuk,” kata Ronaldo kepada Media Spanyol. Mesut OziL juga menceritakan bahwa, “Cristiano Ronaldo selalu menunggu saya selesai Sholat di rest room, saya tahu dia ingin mendengar saya mengaji,” timpal Ozil.
Cristiano Ronaldo, kembali berkata, “Saya sudah hafal Al-Fatihah, mungkin nanti saya akan minta diajarkan berwudhu, saya sangat senang,” kata Ronaldo. Bahkan, CR7 sangat senang mendengarkan Ozil membaca Al-Quran sebelum bertanding dan merasa yakin Real Madrid menang di pertandingan, jika sebelum pertandingan, Ozil membaca Al-Quran.
        Selain Ozil yang selalu membaca Al-Fatihah sebelum pertandingan dan CR7 yang selalu mendengarkan bacaan tersebut, Samir Nasri gelandang Manchester City,  setiap sebelum bertanding mengaku selalu meninggalkan rekan-rekannya untuk sementara waktu guna berdoa kepada Allah SWT. Hal itu dilakukannya agar ketika di lapangan bisa fokus bermain dengan bagus. Membaca surat Al Fatihah bagi Nasri merupakan sebuah kewajiban dan itu pernah diungkapkannya kepada media beberapa tahun lalu. Namun demikian, mantan bintang Arsenal itu menegaskan rahasia praktik ritual yang selalu dilakukannya di stadion itu lewat akun instagram miliknya, @nasrisamir8; “At the beginning of each game, I isolate a few second to raise my both hands to heaven, to recite the Fatiha #8 #SN8 (Di permulaan setiap pertandingan, saya menyendiri untuk beberapa detik guna berdoa mengangkat kedua tangan menghadap ke surga, untuk melafalkan surat Al fatihah),” ujar Nasri.
        Begitulah benyak orang telah mengamalkan surat Al Fatihah dalam aktivitasnya sehari-hari. Tidak hanya muslim namun seorang katolik yang taat seperti CR7 meyakini kekuatan surat ini. Sebenarnya apa makna yang terkandung sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu). Artinya shalat seseorang dianggap tidak sah jika tidak membaca Al-Fatihah.
        Tidak ada sesuatu pun yang bisa mewakili kedudukan surat Al-Fatihah ini. Karena itu Allah tidak menurunkan di dalam Taurat, Injil maupun Zabur, surat yang menyerupai Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah mencakup berbagai macam induk tuntutan yang tinggi. Ia mencakup pengenalan terhadap sesembahan yang memiliki tiga nama, yaitu Allah, Ar Rabb dan Ar-Rahman. Tiga asma ini merupakan rujukan Asma’ul-Husna dan sifat-sifat yang tinggi serta menjadi porosnya.
        Surat Al-Fatihah menjelaskan Ilahiyah, Rububiyah dan Rahmah. Iyyaka na’budu merupakan bangunan di atas Ilahiyah, Iyyaka nasta’in di atas Rububiyah, dan mengharapkan petunjuk kepada jalan yang lurus merupakan sifat rahmat. Al-Hamdu mencakup tiga hal: Yang terpuji dalam Ilahiyah-Nya, yang terpuji dalam Rububiyah-Nya dan yang terpuji dalam rahmat-Nya.
        Surat Al-Fatihah juga mencakup penetapan hari pembalasan, pembalasan amal hamba, yang baik dan yang buruk, keesaan Allah dalam hukum, yang berlaku untuk semua makhluk, hikmah-Nya yang adil, yang semua ini terkandung dalam maliki yaumiddin.

Tafsir Surat Al Fatihah
Ayat Pertama :
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin.”
        Segala pujian beserta sifat-sifat yang tinggi dan sempurna hanyalah milik Allah suhanahu wata’ala semata. Tiada siapa pun yang berhak mendapat pujian yang sempurna kecuali Allah SWT. Keberadaan Allah sebagai Rabbul-’alamin. Dengan kata lain, tidak layak bagi Allah untuk membiarkan hamba-hamba-Nya dalam keadaan sia-sia dan terlantar, tidak memperkenalkan apa yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka, serta apa yang mendatangkan mudharat di dunia dan di akhirat. Dia pula adalah Sang Pemberi rezeki, yang mengaruniakan nikmat yang tiada tara dan rahmat yang melimpah ruah. Tiada seorang pun yang sanggup menghitung nikmat yang diperolehnya. Disisi lain, ia pun tidak akan sanggup membalasnya. Amalan dan syukurnya belum sebanding dengan nikmat yang Allah suhanahu wata’ala curahkan kepadanya. Sehingga hanya Allah SWT yang paling berhak mendapatkan segala pujian yang sempurna.
Setiap muslim yang mengerjakan shalat pastilah akan membaca surat
        Maybudi menyuguhkan penjelasan puitis tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT; Allah berfirman, “Wahai anak Adam ! jika kamu ingin mengetahui tanda-tanda dan panji-panji Keesaan Allah dan mengenali tanda-tanda Ketunggalan-Nya, bukalah mata pikiran dan akal, jelajahi alam jiwa, dan pandanglah asal-usul penceptaanmu.
        Engkau hanyalah seganggam tanah, sebuah tangkai bayang-bayang dalam kegelapan ketidaktahuanmu sendiri, kebingungan dalam kegelapan sifat-sifat. Lalu, hujan cahaya mulai turun dari langit segenap rahasia: ‘Dia tuangkan cahaya-Nya kepada mereka’. Bumi berubah menjadi bunga melati dan batu menjadi mutiara. Tangkai tebal jadi bernilai karena cabang lunak ini. Bumi menjadi murni, kegelapan menjadi cahaya.

Ayat Kedua :
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.”
        Ar Rahman dan Ar Rahim adalah Dua nama dan sekaligus sifat bagi Allah suhanahu wata’ala, yang berasal dari kata Ar Rahmah. Makna Ar Rahman lebih luas daripada Ar Rahim. Ar Rahman mengandung makna bahwa Allah suhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, baik yang beriman atau pun yang kafir. Sedangkan Ar Rahim, maka Allah suhanahu wata’ala mengkhususkan rahmat-Nya bagi kaum mukminin saja. Sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (Al Ahzab: 43).
        Rahmat Allah mencegah-Nya untuk menelantarkan hamba-Nya dan tidak memperkenalkan kesempurnaan yang harus mereka cari. Dzat yang diberi asma Ar-Rahman tentu memiliki tanggung jawab untuk mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Tanggung jawab ini lebih besar daripada tanggung jawab untuk menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman dan mengeluarkan biji-bijian. Konsekuensi rahmat untuk menghidupkan hati dan ruh, lebih besar daripada konsekuensi menghidupkan badan.
        Menurut Maybudi (dalam Murata) dikatakan bahwa “Manakala Dia memberi, Dia memberi karena kemurahan-Nya sendiri semata-mata, bukan karena engkau layak menerimanya. Dia memberi karena kedermawanan-Nya, bukan karena engkau sujud kepada-Nya. Dia memberi melalui anugerah dan rahmat-Nya, bukan karena amal-amal kebaikan yang engkau kerjakan. Dia memberi karena Dia adalah Tuhan, bukan karena engkau tuan tanah”.

Ayat Ketiga :
مَالِكِ يِوْمِ الدِّيْنِ
“Yang menguasai hari kiamat.”
        Para ‘ulama ahli tafsir telah menafsirkan makna Ad Din dari ayat diatas adalah hari perhitungan dan pembalasan pada hari kiamat nanti. Umur, untuk apa digunakan? Masa muda, untuk apa dihabiskan? Harta, dari mana dan untuk apa dibelanjakan? Tiada seorang pun yang lepas dan lari dari perhitungan amal perbuatan yang ia lakukan di dunia. Penyebutan yaumid-din, yaitu hari di mana Allah akan memberikan pembalasan terhadap amal hamba. Dia memberikan pahala kepada mereka atas kebaikan, dan menyiksa mereka atas keburukan dan kedurhakaan. Tentu saja Allah tidak akan menyiksa seseorang sebelum ditegakkan hujjah atas dirinya.
        Dalam diskusinya tentang surat Qaaf (ayat 17&18): “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. Dituturkan bahwa ada dua malaikat yang diberi tugas mengawasi seseorang, pun duduk seperti layaknya hamba sahaya. Yang sebelah kanan mencatat kebaikannya, sementara yang sebelah kiri mencatat seluruh keburukannya.
        Dikatakan bahwa malaikat yang mencatat amal-amal kebaikan digilir bergantian setiap hari dengan mengirimkan malaikat yang lain. Hikmahnya adalah bahwa kelak dia akan mempunyai banyak saksi bagi seluruh amal kepathan dan ketaannya. Akan tetapi, malaikat yang mencatat amal-amal kebrukan tidak digilir, agar hanya satu malaikat saja yang mengetahui berbagai kelemahan dan kekurangan dalam diri seseorang.
        Malaikat sebelah kanan  adalah pembawa karunia (fadhl) yang berkuasa terhadap malaikat sebelah kiri yang merupakan  penegak keadilan (‘adl). Tuhan berkata : “Wahai malaikat sebelah kanan tulislah sepuluh amal kebaikan untuk setiap kebaikan yang dilakukannya. Wahai malaikat sebelah kiri tulislah hanya yang diperintahkan oleh malaikat sebelah kanan kepadamu”. Manakala seorang hamba melakukan dosa, maka malaikat sebelah kanan berkata ; “Tunggulah selama tujuh hari sebelum engkau menuliskannya. Barangkali dia akan bertaubat dan memohon ampun”. Arti dari semua ini adalah ketetapan Allah : “Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”

Ayat Keempat :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ
        “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.”
Secara kaidah etimologi (bahasa) Arab, ayat ini terdapat uslub (kaidah) yang berfungsi memberikan penekanan dan penegasan. Yaitu bahwa tiada yang berhak diibadahi dan dimintai pertolongan kecuali hanya Allah suhanahu wata’ala semata. Sesembahan-sesembahan selain Allah itu adalah batil. Maka sembahlah Allah suhanahu wata’ala semata.
        Sementara itu, disebutkan permohonan tolong kepada Allah setelah perkara ibadah, menunjukkan bahwa hamba itu sangat butuh kepada pertolongan Allah SWT untuk mewujudkan ibadah-ibadah yang murni kepada-Nya. Selain itu pula, bahwa tiada daya dan upaya melainkan dari Allah suhanahu wata’ala. Maka mohonlah pertolongan itu hanya kepada Allah suhanahu wata’ala. Tidak pantas bertawakkal dan bersandar kepada selain Allah suhanahu wata’ala, karena segala perkara berada di tangan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah suhanahu wata’ala (artinya): “Maka sembahlah Dia dan bertawakkallah kepada-Nya”. (Hud: 123)
        Dalam kaitan dengan ayat keempat ini Dr Sachico Murata dalam bukunya The Tao of Islam menyitir kata-kata Ahmad Sam’ani, seorang sufi, “Hanya kepadaMu kami beribadah, maka Allah berkata (kepada malaikat) terima saja semua yang ia bawa ; Hanya kepadaMu kami minta pertolongan, dan Allah berkata (kepada malaikat) berikan apa saja yang dia minta”. Perhatikan bahwa Allah tidak pernah meminta kepada kita sebagai hambaNya. Setiap muslim mempunyai kadar yang berbeda dalam kekhusyukkan ibadah, namun Allah akan menerima segala ibadah kita dengan kata-kata : terima saja semua yang ia bawa, dan Allah sebaik-baiknya pembalas dia berkata : berikan apa saja yang dia minta.

Ayat kelima :
اهْدِنَا الصَّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
“Tunjukkanlah kami ke jalanmu yang lurus.”
        Yaitu jalan yang terang yang mengantarkan kepada-Mu dan jannah (surga)-Mu berupa pengetahuan (ilmu) tentang jalan kebenaran dan kemudahan untuk beramal dengannya. Hidayah adalah keterangan dan bukti, berupa taufik dan ilham. Bukti dan keterangan tidak diakui kecuali yang datang dari para rasul. Jika ada bukti dan keterangan serta pengakuan, tentu akan ada hidayah dan taufik, iman tumbuh di dalam hati, dicintai dan berpengaruh di dalamnya. Hidayah dan taufik berdiri sendiri, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan bukti dan keterangan. Keduanya mencakup pengakuan kebenaran yang belum kita ketahui, baik secara rinci maupun global. Memohon hidayah mencakup permohonan untuk mendapatkan segala kebaikan dan keselamatan dari kejahatan.
        Dalam penjelasannya mengenai jalan lurus yang disebtnya sebagai cahaya, Maybudi menulis : “Ya, Kami-lah yang menghiasi dan melukis. Kami menghiasi dengan cahaya Kami, kepada siapa saja yang Kami kehendaki. Mereka akan sampai pada Kami melalui cahaya nasib baik cahaya keagungan Kami”.
Seorang syaikh ditanya, “Apa tanda cahaya itu?” Dia menjawab, “Tandanya ialah bahwa melalui cahaya itu sang hamba mengenal Allah tanpa menemukan-Nya, mencintai-Nya tanpa melihat-Nya, berpaling dari kesibukan dan perenungan akan dirinya sendiri menuju kekesibukan dan perenungan akan diri-Nya. Dia menemukan kemudahan dan ketenangan di jalan-Nya”.

Ayat keenam ;
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Yaitu jalannya orang-orang yang engkau beri kenikmatan.”
        Siapakah mereka itu? Meraka adalah sebagaimana yang dalam firman Allah suhanahu wata’ala: “Dan barang siapa yang menta’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah dan Allah cukup mengetahui”. (An Nisaa’: 69-70.
        Setiap muslim adalah orang yang dinugerahi nikmat oleh Allah, karena hakekat manusia terletak pada keseimbangan antara diri mereka dan dua tangan Tuhan. Seperti Tuhan, yang dari-Nya manusia dicitrakan, kedua dimensi dasar manusia adalah aktivitas dan reseptivitas, keagungan dan keindahan. Untuk menegakkan kembali hirarki normative, sikap reseptif manusia harus terbuka terhadap petunjuk Illahi. Dan aktivitas mereka harus diarahkan melawan kesadaran terbatas mereka sendiri. Sifat pertama dikenal sebagai “penyerahan” dan “penghambaan”. Sifat kedua dikenal sebagai “perjuangan” (jihad, mujahadah). Nabi sendiri pernah berkata bahwa perjuangan yang lebih besar daripada memerangi orang kafir adalah perjuangan melawan diri sendiri. Orang yang mampu mengalahkan nafsunya sendiri adalah orang yang telah dilimpahi nikmat oleh Allah SWT.

Ayat ketujuh ;
غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِيْنَ
“Dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”
        Manusia bisa dibagi menjadi tiga golongan ini (golongan yang diberi nikmat, yang mendapat murka dan yang sesat). Hamba ada yang mengetahui kebenaran dan ada yang tidak mengetahuinya. Yang mengetahui kebenaran ada yang mengamalkan kewajibannya dan ada yang menentangnya. Orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya adalah orang yang mendapat rahmat, dialah yang mensucikan dirinya dengan ilmu yang ber-manfaat dan amal yang shalih, dan dialah yang beruntung. Orang yang mengetahui kebenaran namun mengikuti hawa nafsunya, maka dia adalah orang yang mendapat murka. Sedangkan orang yang tidak mengetahui kebenaran adalah orang yang sesat.
        Orang-orang yang dimurkai Allah SWT adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran akan tetapi enggan mengamalkannya, mereka itu adalah kaum Yahudi . Karena itu orang-orang Yahudi lebih layak mendapat murka. Sedangkan orang yang tidak mengetahui kebenaran lebih pas disebut orang yang sesat, dan inilah sifat yang layak diberikan kepada orang-orang Nashara.

      Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT ber-Firman : “Aku membagi Shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk Hamba-Ku”. Artinya, tiga ayat diatas Iyyaka Na’budu Wa iyyaka nasta’in adalah Hak Allah, dan tiga ayat kebawahnya adalah urusan Hamba-Nya.
•    Ketika Kita mengucapkan “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin”. Allah menjawab, ”Hamba-Ku telah memuji-Ku”.
•    Ketika kita mengucapkan “Ar-Rahmanir-Rahim”, Allah menjawab, “Hamba-Ku telah mengaagungkan-Ku”.
•    Ketika kita mengucapkan “Maliki yaumiddin”, Allah menjawab, “Hamba-Ku memuja-Ku”
•    Ketika kita mengucapkan “Iyyaka na’ budu wa iyyaka nasta’in , Allah menjawab, “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”.
•    Ketika kita mengucapkan “Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhooliin.” Allah menjawab, “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku. Akan Ku penuhi yang ia minta.” (H.R. Muslim dan At-Turmudzi)
        Ahmad Sam’ani mengkontraskan penghambaan dan cinta dengan merenungkan berbagai implikasi dari perjanjian “Bukankah Aku” (Alastu). Sebelum menciptakan manusia dimuka bumi ini, Allah berkata kepada mereka, “Bukankah Aku (alastu) Tuhanmu ?” Mereka semua menjawab, “Benar, kami bersaksi” (QS Al A’raf :172).
        Perjanjian inilah yang menurut Sam’ani melahirkan sejumlah hubungan. Hubungan cinta dengan batin dan Ruh, dan penghambaan dengan jasad dan raga. Ruh adalah tinggi dan dekat dengan Allah, yang layak mencintaiNya. Raga adalah rendah dan jauh dari Allah, yang pantas beribadah kepadaNya. Ibadah atau penyembahan (‘ibadah) adalah sifat sang hamba yang mematuhi perintah sang raja (Tuhan).
        Karena kandungan isi surat Al-Fatihah yang sangat mendalam ini, berhentilah sejenak setelah membaca setiap satu ayat. Rasakanlah jawaban indah dari Allah karena Allah sedang menjawab ucapan kita. Selanjutnya kita ucapkan “Aamiin” dengan ucapan yang lembut, sebab Malaikatpun sedang mengucapkan hal yang sama dengan kita. Barang siapa yang ucapan “Aamiin-nya” bersamaan dengan para Malaikat, maka Allah akan memberikan ampunan untuk dosa-dosanya yang lalu.

Penulis : Esti Widiawati
Sumber:
http://assalafy.org/
http://www.dakwatuna.com/
http://www.mizan.com/buku_full/the-tao-of-islam.html
Sachico Murata. 1999. The Tao of Islam. Mizan, Bandung